Ikhlas artinya memurnikan tujuan bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dari hal-hal yang dapat mengotorinya. Dalam arti lain, ikhlas adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam segala bentuk ketaatan. Atau mengabaikan pandangan makhluk dengan cara selalu berkonsentrasi kepada Al Khaaliq (Tazkiyatun Nufuus wa Tarbiyatuha Kama Yuqarrirruhu ‘Ulama As Salaf, Dr Ahmad Farid)
Mengapa Harus Ikhlas?
Ikhlas merupakan salah satu pilar yang terpenting dalam Islam. Karena ikhlas merupakan salah satu syarat untuk diterimanya ibadah (Kitab Tauhid I hlm. 85, Syaikh Shalih Al Fauzan)
Hal ini bisa dilihat dari hadits Abu Umamah, yaitu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda setelah ditanya mengenai orang yang berperang untuk mendapatkan upah dan pujian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla tidak menerima suatu amal, kecuali jika dikerjakan murni karenaNya dan mengharap wajahNya” (HR. An Nasai dengan sanad yang jayyid/bagus. Dishahihkan Al Mundziri, dan dimuat pula oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari VI/28)
“Barangsiapa yang menutut ilmu yang sebenarnya harus ditujukan hanya untuk mengharap wajah Allah, namun ia mempelajarinya hanya untuk mendapatkan materi duniawi, maka ia tidak akan pernah mencium bau surga pada hari kiamat nanti” (HR. Abu Daud no. 3644 dan Ibnu Majah no. 252, dishahihkan oleh Al Albani)
“Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya” (HR. Muslim no. 2985)
Amalan seseorang yang berbuat riya’ (tidak ikhlas), itu adalah amalan batil yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia akan mendapatkan dosa (Syarh Muslim 9/370, Imam An Nawawi)
Dan ikhlas juga adalah salah satu syarat agar kita mampu menjadi pribadi yang bertaqwa, karena sesungguhnya ikhlas adalah rukun taqwa yang pertama. Ikhlas didahulukan sebelum Ittiba’ dan Ilmu (Manhajul Anbiyaa’ Fii Tazkiyatin Nufuus, Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali)
Ikhlas juga salah satu penyebab agar kita ditolong Allah
“Allah akan menolong umat ini karena sebab orang miskin, karena do’a orang miskin tersebut, karena shalat mereka dan karena keikhlasan mereka dalam beramal” (HR. An Nasai no. 3178, dishahihkan oleh Al Albani)
Seorang hamba juga akan selamat dari godaan setan dengan keikhlasan. Sebagaimana pernyataan Iblis,
“Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang selalu ikhlas” (QS. Shaad: 82-83)
Dalil Perintah Untuk Ikhlas
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik)” (QS. Az Zumar: 2-3)
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama” (QS. Az Zumar: 11)
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS. Al Baiyinah: 5)
“Sesungguhnya setiap amalan harus disertai dengan niat. Setiap orang hanya akan mendapatkan balasan tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrah karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan” (HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907)
Perkataan Para Ulama Tentang Ikhlas
“Baiknya hati dengan baiknya amalan, sedangkan baiknya amalan dengan baiknya niat” (Mutharrif bin Abdullah, dinukil dalamJami’ul Ulum wal Hikam)
“Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak pula amal besar menjadi kecil gara-gara niat” (Abdullah bin Mubarak, dinukil dalam Jami’ul Ulum wal Hikam)
“Amalan yang dilakukan tanpa disertai ikhlas dan tanpa mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaikan seorang musafir yang membawa bekal berisi pasir. Bekal tersebut hanya memberatkan, namun tidak membawa manfaat apa-apa” (Ibnul Qayyim, dalam Al Fawaid)
“Segala sesuatu yang dilakukan tidak untuk mencari keridhaan Allah, pasti akan pupus sirna” (Rabi’ bin Khutsaim, dinukil dalam Shifatush Shafwah)
“Ikhlas dalam beramal karena Allah ta’ala merupakan rukun paling mendasar bagi setiap amal salih. Ia merupakan pondasi yang melandasi keabsahan dan diterimanya amal di sisi Allah ta’ala, sebagaimana halnya mutaba’ah (mengikuti tuntunan) dalam melakukan amal merupakan rukun kedua untuk semua amal salih yang diterima di sisi Allah” (Syaikh Ibrahim Ar Ruhaili, dalam Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul al A’mal)
“Meninggalkan suatu amal karena orang lain adalah riya’. Sedangkan beramal karena orang lain adalah syirik. Adapun ikhlas adalah ketika Allah menyelamatkanmu dari keduanya” (Fudhail bin Iyadh, dimuat dalam Tazkiyatun Nufuus wa Tarbiyatuha Kama Yuqarrirruhu ‘Ulama As Salaf)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar