Pages - Menu

Sabar

Arti, Dalil, dan Macam Sabar


sabar itu pahit DP BBM   Sabar dan sabar adalah kunci segalanya
   Siapa diantara kita yang tidak pernah mendengar tentang kesabaran, lima kata yang amat sering telinga kita mendengarnya, cukup mudah diucapkan, namun amat sulit untuk bisa mengaplikasikan, serta mendudukan arti kata sabar itu sendiri dalam setiap aktivitas yang kita jalani dalam mengarungi roda kehidupan nan penuh tantangan dan cobaan. Disini pemakalah akan menguraikan sedikit tentang arti, macam sabar merujuk pada apa yg Allah firmankan dalam kitab-Nya, beserta sabda rasul dalam hadistnya.
Dalil tentang sabar dan keutamaannya :
يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا اسْتَعِيْنُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَوةِ  اِنَّ اللهَ مَعَ الصَّا بِرِيْنَ
“ Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar “. (QS. Al-Baqarah: 153)
يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اصْبِرُوا وَصَا بِرُوا وَرَا بِطُوا  والتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
“ Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga(diperbatasan negrimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung “. (QS. Ali Imran: 200)
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُوْنَ بِاَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا
“ Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka bersabar “. (QS. As-Sajdah: 24)
Arti Sabar dan Pengaruhnya Dalam Keseharian
    Sabar, seperti dinukil dari kamus praktis bahasa Indonesia terbitan Ganeca Exact. Mempunyai arti tidak mengeluh atau marah atas segala musibah yang menimpa seseorang, juga bisa berarti tenang, dan telaten. Istilah atau kata sabar muncul kurang lebih seratus kali dalam al-Qur’an dan hadis Nabi, bermakna ketabahan, bukan menahan kemalangan atau tunduk kepada keadaan yang tidak menyenangkan.
    Umumnya orang mengetahui bahwa sabar hanya satu jenis saja, yaitu sabar dikala kita mendapatkan suatu musibah, ketika ada kerabat maupun sanak saudara yg istrinya atau anaknya meninggal, kita sering katakan “ yang sabar ya “. Begitupun ketika ada kawan kita yang berbaring dirumah sakit, kita ucapakan “ yang sabar ya dalam menjalani cobaan hidup “,.
    Nyatanya merujuk pada salah satu hadist Rasulullah Saw, sabar itu ada tiga macamnya : sabar jalani penderitaan, sabar kerjakan ketaatan, dan sabar tinggalkan kemaksiatan. Siapa sabar menjalani musibah penderitaan, Allah angkat baginya tiga ratus derajatnya. Siapa yang sabar mengerjakan ketaatan, Allah angkat baginya enam ratus derajatnya. Siapa sabar meninggalkan kemaksiatan, Allah angkat baginya sembilan ratus derajatnya.
   Pertama adalah sabar saat menghadapi musibah, sebagaimana yang banyak dikenal banyak orang umumnya. Namun seperti diterangkan hadist diatas, dibandingkan dua macam sabar lainnya maka ini mempunyai nilai yang paling rendah, sebab sudah pasti orang yang terkena musibah sepatutunya bersabar, apabila tidak maka ia akan mendapatkan musibah tiga kali, yaitu musibah itu sendiri, yang sudah barang tentu tidak menyenangkan dirinya. Kemudian penyakit hati yang akan bersarang dihatinya akibat musibah tersebut, karena seseorang yang tidak mau bersabar dikala dapat musibah ia akan terserang penyakit jiwa alias stres, terakhir adalah hukuman dari Allah, karena menyalahi perintah-Nya, yaitu bersabar saat terkena musibah. Allah berfirman :
مَا عِنْدَ كُمْ يَنْفَدُ وَمَا عِنْدَ اللهِ بَاقٍ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِيْنَ صَبَرُوا اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَا نُوا يَعْمَلُوْنَ
“ Apa yang disisimu akan lenyap, dan apa yang ada disisi Allah adalah kekal. Dan kami pasti akan memberi balasan kepada orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan “ (an-Nahl: 96)
 Oleh karena itu bersabarlah tatkala musibah itu menimpa kita.
    Sabar berikutnya, yang nilainya lebih besar adalah sabar dalam menjalankan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan. Karena sabar dalam hal ini lebih berat ketimbang sabar dalm menghadapi musibah. Abdullah bin Umar RA, pernah suatu ketika menulis surat kepada Musya al- Asy’rinyang berbunyi, “Engkau harus berlaku sabar. Harap diketahui bahwa sabar itu ada dua macam, yang satu lebih utama dari yang lainnya. Sabar di dalam musibah yang menimpanya adalah baik, tetapi bersabar terhadap hal-hal yang diharamkan Allah adalah lebih baik lagi. Harap diketahui juga bahwa sabar adalah separuh dari iman. Hal itu disebabkan bahwa takwa adalah perbuatan baik yang paling utama sedang takwa itu memerlukan kesabaran”.
   Sabar atas musibah dinilai lebih ringan karena memang apa yang bisa kita lakukan dan tidak ada pilihan lain bagi manusia dalam menghadapinya. Musibah adalah taqdir bagi manusia meskipun kadang akibat dari perbuatannya sendiri juga. Sedangkan sabar untuk selalu taat dalam menjalankan setiap hal yang Allah perintahkan memang  lebih berat, dikarenakan manusia mempunyai nafsu yang cenderung untuk melawan kehendak Ilahi, yang kebanyakan manusia menjadi budak dan tak mampu dalam mengendalikan nafsu tersebut. Akhirnya adalah ketergelincirannya dalam lubang kemaksiatan, demikian juga berbeda dengan sabar ketika menghadapi musibah, masih ada orang yang akan menghibur kita, tetapi tidak dalam sabar melakukan ketaatan pada setiap perintah-Nya.
   Bahkan Allah sendiri berfirman dalam al-Qur’an:
وَاسْتَعِيْنُوْا بِا لصَبْرِ وَالصَلَوةِ  وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلاَّ عَلَي الْخَاشِعِيْنَ
“ Dan mohonah pertolongan(kepada Allah) dengan sabar da shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang ang khusyuk “ (al-Baqoroh :45).
    Artinya shalat itu berat, penuh dengan namanya kesabaraan, ketekunan, dan ketabahan. Hanya orang yang khusyuk tidak berat untuk mengerjaka itu semua. Itu baru shalat, belum puasa, zakat, jihad, Dan sebagainya yang butuh pengorbanan dan perjuangan lebih berat. Untuk mengerjakan ketaatan dibutuhkan kesabaran, wajarlah bila sabar dalam melaksanakan ketaatan mempunyai nilai yang lebih tinggi dari pada menghadapi musibah.
    Sedangkan sabar dalam menghadapi atau meninggalkan kemaksiatan lebih berat lagi. Sabar seperti ini tiga kali lipat beratnya dari sabar dalam menghadapi musibah. Hawa nafsu manusia yang mengebu-gebu malah justru condong menyuruh melakukan kemaksiatan dari pada kebaikan. Banyak sekali contoh yang bisa kita lihat dalam kehidupan kita, misalkan, seorang hakim yang sedang melakukan sidang sebuah kasus korupsi, tiba-tiba datang kepadanya salah seorang suruhan dari sang tersangka dengan membawa uang atau istilah lainnya yang sering kita kenal dengan sogok(suap), agar ia terbebas dari hukuman. Kalo misalnya serang hakim tak memiliki iman yang kuat maka terjadilah suap-menyuap tersebut, perbuatan yang amat sangat dilarang oleh agama.
      Disinilah kesabaran dalam melakukan kemaksiatan di uji. Juga terhadap seorang pemuda yang dihadapkan pada kondisi sedang berduaan dengan seorang wanita yang amat dicintainya, ditempat sepi serta merta wanita tersebut menawarkan kesuciannya pada lelaki tersebut, sudah bisa dibayangkan apa yang terjadi setelah itu apabila pemuda tadi tidak punya iman dan kesabaran yang kuat. Selaras dengan kisah Nabi Yusuf yang digoa oleh Zulaikha. Maka tak salah bila Nabi memberi pahala yang tinggi pada orang-orang yang sabar dalam hal ini, karena tidak semua orang mampu melakukannya dalam kondisi tersebut.
    Bahkan Rasulullah SAW bersabda bahwa sabar adalah harta yang terpendam di dalam surga :
الصبر كنز من كنوز الجنة
“ kesabaran itu adalah harta terpendam disurga “
   Maka dari itu :
    Apakah kita mempunyai solusi selain bersabar dalam hal-hal yang menimpa dan menjalani   apa yang terjadi di kehidupan kita?              
     Apakah kita juga mempuyai senjata lain yang dapat kita gunakan selain bersabar?
  
Daftar pustaka
Handrianto Budi, Kebeningan Jiwa Percikan renungan hikmah (Jakarta: Gema Insani, 2007)
Al-Qarni ‘Aidh, La Tahzan, diterjemahkan oleh Samson Rohman (Jakarta: Qisthi Press, cet ke-50, 2010)
Reza Sulthani Ghulam, Hati yang Bersih Kunci Ketengan Jiwa, diterjemahkan Abd. Ali (Jakarta: Madani Grafika, 2004)
Al-Ghazali Imam, Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin, penerjemah Zeid Hussein Al-Hamid (Jakarta: Pustaka Amani cet ke-2, 2007)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar