Selamat Datang ! Suatu kehormatan bagi saya atas kunjungan anda di blog kumpulan Dalil Allah ini.jangan lupa untuk mampir lagi di alamat blog www.azkiahan.blogspot.com. Semoga mendapat sesuatu yang bermanfaat di Blog ini

Ayat Alqur'an tentang Menuntut Ilmu

Surah al-Mujadilah ayat 11


يَآيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْآ اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجَلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا مِنْكُمْ وَ الَّذِيْنَ اُوْتُوْا الْعِلْمَ دَرَجَتٍ وَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ـ المجادلة
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis.” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu.” maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Mujadilah: 11).
Penjelasan Ayat

Amal jariah




بسم الله الرحمن الرحيم


     عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ  قَالَ: « إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ؛ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ » رواه مسلم.
     Dari Abu Hurairah bahwa sungguh Rasulullah  telah bersabda: “Jika seorang manusia mati maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah yang terus mengalir (pahalanya karena diwakafkan), ilmu yang terus diambil manfaatnya (diamalkan sepeninggalnya), dan anak shaleh yang selalu mendoakannya”[1].
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan mengusahakan amal-amal shaleh tersebut karena di samping keutamaannya sendiri yang besar, juga pahalanya yang terus mengalir meskipun orang yang mengusahakannya telah meninggal dunia. Imam an-Nawawi mencantumkan hadits ini dalam bab: Pahala yang (terus) didapatkan oleh seorang manusia (meskipun) dia telah meninggal dunia[2].

Dalil menjaga kesehatan



“DALIL-DALIL AL-QUR’AN TENTANG PENTINGNYA MENJAGA KESEHATAN DAN KEBERSIHAN”

            Didalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat tentang hal ini antara lain
1.      Al-Baqarah ayat 282
2.      Al-Maidah ayat 6
3.      Al-Anfaal ayat 11
4.      Al-Hajj ayat 26
5.      Al-Muddatsir ayat 4
6.      Al-Baqarah ayat 125
7.      At-Taubah ayat 108
8.      Al-Furqan ayat 48
9.      Al-Ahzab ayat 33
10.  Al-Waqi’ah ayat 79

Islam adalah agama yang diturunkan Allah Swt untuk kepentingan dan keselamatan, kebahagian serta kesejahteraan umat manusia lahir dan bathin, di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu Islam sebagai yang sanggup mengantar dan memberikan keselamatan hidup secara utuh, memiliki ajaran secara lengkap, yang mencakup segala aspek kehidupan umat manusia termasuk didalamnya masalah kesehtan,secara khusus kesehatan yang dikehendaki Islam meliputi kesehatan fisik, mental dan sosial.
            Kesehatan merupakan salah satu rahmat dan krunia Allah yang sangat besar yang diberikan kepada umat manusia, karena kesehatan adalah modal pertama dan utama dalam kehidupan dan kehidupan manusia. Tanpa kesehatan manusia tidak dapat melakukan kegiatan yang menjadi tugas serta kewajibannya yang menyangkut kepentingan diri sendiri, kelurga dan masyarakat mapun tugas dan  kewajiban melaksanakan ibadah kepada allah swt.
            Selain merupakan rahmat dan karunia Allah Swt kesehatan merupakan amanah yang wajib kita syukuri dengan cara menjaga, memellihara, merawat dan harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk hal-hal yang diridhoi Allah Swt. Mensyukuri nikmat kesehatan berarti menjadikan kesehatan sebagai modal utama dalam melaksankan serta meningkatkan amal shaleh dan ketaatan kepada Allah Swt.
Kesehatan merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia, mendapat perhang besar dalam Islam. Islam mengnjukrkan untuk hidup serba sehat, didahului oleh perintah mewujudkan kesucian dan kebersihan. Oleh karena itu pembahasan dalam kitab Fiqih diawali pembahsan mengenai “thaharah” artinya “kebersihan”. Seseorang akan sholat terlebih dahulu harus suci serta bersih dari hadast dan na’jis baik tubuh, pakaian maupun tempat yang akan dipergunakan untuk sholat demikian pula ibadah lain seperti Itikaf. Thawaf dan mem baca Al-Qur’an.
            Demikian besarnya perhatian Islam terhadap kesehatan umatnya dapat kita lihat dari adanya beberapa dipensasi atau rukhshah yang disyariatkan seperti kebolehan bertayamum bagi orang yang sakit yang apabila terkena air penyakitnya bertambah parah. Demikian pula dibolehkan berbuka puasa bag. Demikian pula dibolehkan berbuka puasa bagi musafir, ibu yang sedang mengandung, ibu menyusui, orang yang sedang sakit dan lanjut usia dengan menggantinya pada hari lain atau membayar fidiyah.
            Betapa besar perhatian islam terhadap masalah kesehatan dapat dilihat pula dari tuntunan mengenai cara mendapatkan makanan, mengolah dan memakannya. Islam memrintahkan manusia untuk memperoleh makanan dengan cara  yang sah dan hahal. Jika seseorang makan atau minum hendaknya tidak berlebihan. Islam menetapkan adanaya beberapa jenis makanan dan minuman yang dihramkan karena dapat membahayakan kesahatan jasmani, rohani dan akal pikiran.
            Besarnya perhatian Islam terhadap kesehatan ini dapat dilihat dari urutan tutunan yang tercantum dalam Al-Qur’an. Surat pertama yang diturunkan mengenai manusia untuk berpengetahuan ( surat Al-Alaq). Sedangkan surat yang kedua mengajak manusia untuk memperhatikan soal kebersihan.
            Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Muddatsir ayat 4
“dan pakaianmu bersihkanlah”     
Demikianpula perhatian Islam  terhadap perorangan seperti dinyatakan dalam sebuah hadist Rasullah Saw.

Artinya:
Kalaulah tidak memberatkan ummatku, niscaya aku wajibkan mereka menggosok gigi setiap hendak melakukan wudhu. (HR-Al-Baikhaqi,Malik,Assyafii dan Hakim)
            Islam mengatur cara berwudhu dengan mendahulukan membasuh kedua belah tangan, dimaksudkan agar dapat diketahui keadaan air tersebut sebelum mengenai anggota wudhu’ lainnya. Disamping itu dimaksudkan juga agar kotoran dan bakteri yang mungkin ada di kedua belah tangan tersebut dapat dibersihkan terlebih dahalu.
Dalam hal menjaga kebersihan makanan, agar tidak terkena hama penyakit, Rasullah Saw bersabda:



Arinya:  tutuplah bejana dan tempat minum, sebab seseungguhnya dalam setahun ada satu
Malam waktu wabah penyakit diturunkan, bila wabah itu lewat sedang makanan/minuman terbuka, maka wabah tersebut akan masuk kedalamnya(HR.Ahmad dan Muslim)
Selanjutnya Islam pun memberikan tuntunan dalam hal menjaga kesehatan lingkungan, yang diungkapkan dalam hadist:


Artinya:Maka bersihkanlah pekaranganmu dan ruang tempat tinggalmu, dan janganlah
Kamu seperti orang yahudi yang menumpuk-numpuk sampah dirumah.(HR.Al-Bazzar)

Artinya:jauhilah hal-hal yang menyebabkakn timbulnya 3(tiga) laknat: membuang kotoran
Di sumber air bersih,dijalan raya dan ditempat berteduh(HR.Abu Daud)
Manusia diciptakan Allah sebagai mahluk yang paling sempurna , dimuliakan lebih dari mahluk lain. Manusia dijadikan khalifah dimuka bumi, dan diberi tugas untuk membawa rahmat bagi seluruh alam. Manusia diberikan berbagai nikmat oleh Allah, nimamat paling tinggi sesudah iman dan islam ialah kesehatan yang harus kita syukuri oleh segenap manusia dalam hidupnya. Allah Swt juga menempatkan kesehatan jasad dan alat-alat tubuh sebagai amanat yang diserahkan kepada manusia untuk dipelihara dengan sebaik-baiknya. Dalam pengertian untuk dijaga agar berfungsi dengan baik digunakan untuk beramal sholeh.
Allah Swt berfirman pada ayat 1-4 surat At-Tiin


Artinya: Demi (buah) Tin dan buah Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi Kota (Mekkah)
Ini yang aman, sesungguhnya Kami kelak menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Juga pada surat Al-Isroa’ ayat 70 Allah Swt berfriman.


Artinya: Dan sesungguhnya Kami muliakan anak Adam, Kami angkat mereka di daratan
Dan dilautan, Kami beri mereka rizqi, dari yang baik-baik dan Kam lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah Kami ciptakan.
Sejalan dengan firman Allah Swt ini Nabi bersabda:

Artinya: Orang mikmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari pada orang
Mukmin yang lemah.
            Mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih disukai Allah, dengan kekautan itulah makna hidup manusia dapat dicapai. Memperhatikan dan menjaga kesehatan merupakan upaya yang harus selalu dilakukan dengan tetap kuat dan tidak menjadi lemah. Islam mengenal satu konsep yang dinamik tentang kesehatan didalamnya tercakup pengertian tentang “SHIHHAH” yaitu keadaan jasmani yang memungkinkan seluruh anggota tubuh berfungsi dengan baik. Di atas pengertian shihhah tersebut masih ada pengertian tentang “AAFIYAH” ialah suatu keadaan yang lebih afdhal yang dampaknya menjangkau kebahgian manusia di dunia dan akhirat.
            Menurut penelitian Imam Ibnul-Qayyim Al-Jauzy upaya yang dilakukan Islam dalam mewujudkan kesehatan terdiri dari tiga macam kegiatan sebagai berikut :
1. Memelihara kesehatan.
Atas dasar ini Islam memperbolehan orang tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan karena uzur seperti sakit atau musafir. Bagi orang sakit tujuannya agar cepat sembuh dan pulih kembali kesehatannya. Bagi musafir agar kondisi fisik dan kesehatannya tetap stabil, sebab dalam keadaan lapar dan haus disertai pengeluaran tenaga dalam berpergian dapat menyebabkan badan menjadi lemah dan jatuh saki, sesuai dengan firman Allah Swt Surat Al-Baqarah 184:

Artinya: Maka jika diantara kamu ada yang saki atau dalam perjalanan (lalu berbuka)
Maka(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari ya ng ditinggalkan itu pada hari yang lain.
2. Menjaga diri agar penyakit tidak semakin parah.
Atas dasar ini Islam memperbolehkan tayamum bagi orang sakit sebagai ganti dari wudhu’ atau mandi apabila ia kuatir penyakitnya akan bertambah parah bila terkena air. Hal ini berdasarkan ayat Al-Qur’an surat AN-Nisa 43




Artinya: Dan jika kamu sakit dan dalam musafir atau datang dari buag air atau kamu
Menyetuh perempuan, kamu tidak mendapatkan air maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik(suci).

Menghilangkan hal-hal yang apabila dibiarkan akan menyebabkan sakit. Atas dasar ini diperboleh kan mencukur rambut bagi orang yang sedang Ihram karena banyak ketombe atau kutu sehingga menggagu konsentrasi ibadah . Hal ini berdasarkan ayat :


Artinya:Jika ada diatara kamu yang sakit atau gangguan di kepalanya (lalu bercukur)
Maka wajiblah atasnya berfidiyah yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkorban (Al-Baqarah 196)
            Berdasarkan hal ini semua maka Islam memberi tuntunan agar orang membiasakan makan dan minum secara teratur serta memperhatikan gizi, istirahat dan tidur secukupnya, menjaga stamina badan agar selalu stabil melalui olahraga. Islam melarang seseorang shalat dalam keadaan sangat mengantuk, menahan kentut, menahan kencing, menahan buang air, atau terlalu lapar, bahkan apabila terjadi dua pilihan antara shalat dan makan , maka Islam mengajarkan agar makan terlebih dahulu, hal ini tentusaja bila waktu shalat masih panjang.
            Dengan demikian Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan prilaku yang kita praktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan  seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu mendorong dirinya sendiri dibidang kesehatan untuk mencapai drajat kesehatan yang kita harapkan
            Ajaran Islam menentukan penganutnya supaya hidup sehat baik jasmani maupun rohani. Untuk itu umat Islam harus melaksanakan berbagai upaya pembinaan prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) juga upaya memahami ilmu kesehatan,maupun upaya untuk berobat, memelihara kesehatan, mencegah berjangkitnya suatu penyakit dan sebagainya.
            Takdir sebagai salah satu rukun iman telah disepakati oleh jumhur ulama sebagai suatu kewajiban setiap muslim untuk meyakininya, namun kita sebagai umat islam tidak dapat menyerah begitu saja kepada takdir, harus ada upaya kearah itu
Sebagaimana firman Allah Swt surat Ar-Ra’ad ayat 11

Artinya:Sesungguhnya   Allah   tidak  mengubah  keadaan  suatu kaum  sehingga mereka
Mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.  
            Diantara praktek yang dijumpai dalam sejarah Islam adalah kebijaksanaan yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab. Diwatu Umar bin Khatab menarik tentaranya dari Syiria karena didaerah tersebut berjangkit wabah sampar, sebahagian sahabat berkeberatan atas kebijaksanaan tersebut, mereka mengangap Khalifah Umar melarikan diri dari takdir Allah terhadap anggapan tersebut Khalifah Umar menjawab dengan tegas :”Ya aku lari dari kehedak Allah, tetapi menuju kehendak Allah”. Apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar tidak berarti menentang takdir Allah, tetapi justru berusaha supaya terhindar dari musibah yang buruk yakni penyakit wabah sampar.
            Dengan pemahaman takdir seperti itu, isalam menganjurkan dan cendrung mewajibkan seseorang untuk mampu memlihara kesehatan baik perorangan, keluarga maupun masyarakat. Untuk itu ada beberapa tuntunan yang perlu kita perhatikan sekaligus meningkatkan drajat kesehatan meliputi 4 hal yaitu 1. Penyuluhan, 2. Prepentif atau pencegahan 3.kuratif atau pengobatan dan rehabilitatif yaitu pemulihan.
1. Peningkatan Penyuluhan ( Promosi )
            Untuk mendapatkan drajat kesehatan yang optimal, setiap orang harus berupaya meningkatkan drajat kesehatannya meskipun dalam keadaan tidak sakit. Meningkatnya drajat kesehatan merupakan salah satu langkah dalam upaya melestarikan dan meningkatkan mutu kehidupan.
            Islam mengutamakan peningkatan drajat kesehatan salah satu yang sangat ditekankan dalam upaya meningkatkan drajat kesehatan adalah menjaga kesehatan baik kebersihan perorangan, maupun kebersihan lingkungan kkita. Berulangkali Nabi Saw menganjurkan dan memberi teladan dalam hidupnya, tentang penjaan dan peningkatan kebersihan lingkungan. Contoh ynag sangat jelas ialah anjuran untuk mandi, terutama dalam keadaan tertentu, begitupula membersihkan lingkungan hidup dan alat-alat rumah tangga: Allah Swt berfirman surat At-Taubah 108

Artinya:Didalamnya   ada   orang-orang  yang ingin  memberikan diri, dan Allah menyukai
            Orang-orang yang bersih.
Rasullah Saw bersabda dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh turmudzi  dari sa’ad


Artinya:Sesungguhnya   Allah   itu baik menyukai   yang baik, bersih  menyukai yang bersih,
Murah menyukai kemurahan, dermawan menyukai kedermawanan, maka bersihkanlah halaman/pekarangan dan janganlah kamu meniru orang-orang yahudi.

Artinya: Kebersihan adalah sebagian dari Iman
Pada hadits lain Rasullah bersabda:

Artinya:Mandi  adalah  merupakan   keharusanbagi   setiap   muslim   dalam   tujuh   hari,
             Membersihakan rambut dan tubuhnya(HR.At-Thabrani dari Ibnu Abbas)
            Disamping itu terdapat pula hadist-hadist mengenai anjuran-anjuran mebersihkan gigi, membersihkan tangan, mulut dan anggota tubuh yanng lain. Selain masalah kebersihan makanan juga merupakan suatu hal sangat diperhtikan. Allah memerintahkan manusia untuk memakan makanan yang baik dan halal, bergizi dan dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Makanan yang baik lagi halal akan mempertinggi fungsi alat-alat tubuh. Makanan yang kurang baik merupakan sumber penyakit.
Firman Allah Swt surat Al-Baqarah ayat 172

Artinya:Hai orang –orang yang beriman, makanlah diantara rizqi yang baik-baik yang kami
            Berikan kepadamu.

Artinya:NHai sekalian manusia,makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dibumi
            Pendengar muslimin muslimat rahimakumullah marilah kita budayakan pembinaan perilaku hidup bersih dan sehat dikalangan keluarga dan masyarakat kita Amin.
Hadist Nabi R. Al-Hakim,At-Turmuzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam shahih mereka.


Artinya:Tak ada yang lebih buruk daripada seseorang yang mengisi perutnya melebihi batas,
Cukuplah bagi seseorang beberapa suap yang membuat tubuhnya tegak seharusnya perit itu sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum, dan sepertiga lagi untuk bernafas.
2. Pencegahan (Preventif)
            Salah satu sebagai upaya pembinaan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah upaya pencegahan atau prepentif untuk mencapai tingkat derajat kesehatan yang optimal pada diri kita, keluarga, masyarakat serta lingkungan kita. Khusus untuk kepentingan kesehatan ibu dan anak, upaya pencegahan terhadap penyakit menular tertentu dilakukan melalui imunisasi. Upaya ini dianggap sangat bermanfaat dan dapat dilakukan dengan mudah dan murah.
             penyakit yang menimpa seseorang selalu dirasakan sebagainsesuatu yang menyusahkan. Untuk menghindarinya, sebaiknya mengamkbil langkah pencegahan. Untuk menegarkan betapa pentingnya upaya pencegahan penyakit. Islam memberikan tuntunan sebagaimana sikap tegar yang ditunjukan Rasulallah SAW. Dengan memerintahkan umatnya agar mengakui darkan diri dari penyakit dan mengisolasikan diri pada saat terkena penyakit menular agar orang-orang lain tidak ketularan penyakit tersebut. rasulallah SAW bersabda :



Artinya :”At-Tha’un (penyakit menular) adalah na’jis yang dikirimkan kepada suatu golongan dari golongan orang israil dan kepada orang-orang sebelummu. Maka apabila kamu mendengar penyakit menular tersebut terjangkit disuatu tempat, janganlah kamu memasuki daerah tersebut . dan apabila di suatu tempat berjangkit penyakit menular tersebut sedang kamu sedang kamu berada di dalamnya janganlah kamu keluar atau lari dari padanya.”(HR. Bukhari dan Muslim).
            Penjagaan diri pada waktu sehat, lebih baik dari pada pengobatan pada waktu sakit. Allah SWT. Melarang manusia membiarkan dirinya binasa. Sunnah nabi pada riwayat para sahabat menunjukan berbagai upaya untuk melakukan tindakan pencegahan penyakit seperti di nyatakan dalam Al-Quran serta beberapa hadist Rasulallah SAW. Sebagai berikut :
Artinya :”dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan”.( Al-Baqarah;195).
            Nabi bersabda:


Artinya :” tutuplah bejana dan tempat minummu, sebab sesungguhnya dalam setahun ada stu malam waktu wabah penyakit diturunkan. Bila wabah itu lewat sedang makanan atau minuman terbuka, maka wabah tersebut akan masuk kedalamnya”(HR. Ahmad dan Muslim).

Artinya :”orang yang sakit jangan dibawa mendekati orang yang sehat”,(HR. Bukhari dan muslim).
            Bila setiap orang diharuskan memelihara kesehatan , maka berusaha mencegah timbulnya penyakit merupakan keharusan pula, sepertinya halnya upaya memberikan sentuhan kekebalan (imunisasi) kepada ibu hamil, bayi, dan anak. Imunisasi memberikan perlindungan yang efektif terhadap anak dari serangan beberapa jenis penyakit tertentu  dengan imunisasi anak dapat hidup secara sehat karna tubuhnya telah kebal dari gangguan pe nyakit harapan  serta peluang untuk hidup selanjutnya menjadi semakin besar.
            Kondisi anak seperti itu sangat memungkinkan untuk mampu tambah dan berkembang secara optimal. Dengan kata lain anak yang memiliki derajat kesehatan yang tinggi mempunyai masa depan yang cerah. Kesehatan yang sempurna menjadikan anak cerdas, terampil, kreatif, berguna bagi diri, keluarga, masyarakat dan agamanya. Anak yang seperti inilah yang dapat menjadi anak yang shaleh dan shalehah.
            Oleh karnanya pencegahan atau tindakan prepentif ini yang perlu dan penting kita laksanakan lebih-lebih setiap tahun didaerah kita ini ada musim-musim tertentu waktu atau masa penyakit itu kerja melanda seperti demam berdarah diare atau colera yang lebih kita kenal dengan sebutan mutah berak.
            Untuk itu tidak ada istilah terlambat, mulai saat ini kita bersama-sama berupaya untukk mengadakan pencegahan sedini mungkin dari semua jenis penyakit, yaitu antara lain kita kerjakan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, setelah buang air besar,setelah mencebok bayi, bahkan setelah bangun tidur hendaknya kita mencuci tangan. Sebab sewaktu kita tidur tangan kita ini berkeliaran entah kemana, makanya perlu tangan kita cuci dengan sabun. Termasuk pula kita biasakan minum air yang sudah dimasak , dan jangan kita biarkan sampah bertumpuk dihalaman rumah agar tidak mengundang lalat.#
            Demikianlah sebagian kecil upaya pencegahan yang perlu kita lakukan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan kita. Semoga bermanfaat,amin ya robbal alamin.
   
3. Pengobatan (Kuratif)
Sesuia dengan ajaran Islam yang amat memperhatikan kesehatan, Rasullah Saw memberikan tuntunan agar melakukan upaya penyembuhan apabila sakit yaitu dengan cara berobat, walaupun yang akan memberikan kesembuhan tersebut hakikatnya adalah Allah. Nabi Ibrahim As pernah berdialog dengan ayah beserta kaumnya seperti tercantum dalam Al-Qur’an surat Asy-Syu’ara 78-81,



Artinya:(Yaitu Tuhan)   yang  telah  menciptkan aku,  maka Dialah yang menunjuki aku dan
Tuahanku yang Dia memberikan dan minum kepadaku dan apabila aku sakit , Dialah yang menyembuhkan aku, dan yang akan mematikan aku, kematian akan menghidupkan aku (kembali)
                        Pengobatan penyakit pengobatan penyakit yang sangat diperlukan . berulangkali Nabi Muhammad Saw mengungkapkan pentingnya upaya pengobatan atas dasar keyakinan bahwa Allah tidak menurunkan suatu penyakit, kecuali dengan obatnya, orang yang menderita sakit menjadi sembuh, dalam hadist disebutkan
 
Merka  bertanya,   ya Rasulullah,   apakah   boleh kita   berobat?   Rasulullah   Saw
Menjawab, ya wahai hamba-hamba Allah, berrobatlah, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula obatnya, kecuali satu penyakit yaitu pikun (HR.Bokhari dan Muslim)
                        Dalam melakukan upaya pengobatan, perlu dipedomani tuntunan bahwa Islam hanya membenarkan iktiar pengobatan berdasarkan ilmu kesehatan dan kedokteran yang telah diakui kebenarannya. Berobat merupakan wasilah, adanya wasilah tidak boleh bertentangan dengan dasar-dasar aqidah Islam
4. Pemulihan ( Rehabilitatif)
                        Islam menuntun manusia untuuk memperhatikan pemulihan kesehatan atau rehabilitasi, yaitu upaya untuk memfungsikan kembali organ tubuh setelah mendapat serangan penyakit, juga termasuk upaya untuk menerima dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada orang yang cacat untuk dapat berfungsi kembali dalam masyarakat. Dalam salah satu hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Akhmad, Al-Hakim dan Ibnu Majah
  
Umul    Mundzir      berkata:        Rasulullah      Saw     ketempatku     bersama    Ali 
Karramallahhuwajwah. Kami ketika itu mempunyai tandan-tandan kurma muda yang kergelan tangan. Nabi pun memakannya dan Ali ikut, maka sabda Nabi: hai, kau baru saja sembuh Ali, Ummul Mundzir berkata maka akupun membuatkan mereka makanan dari gandum dan Rasulullah kemudian berkata: nah, Ali, inilah makananmu, ini lebih sesuai dengan kondisimu.
            Mengenai kesempatan bagi penyandang cacat agar dapat berfungsi dalam masyarakat, terdapat riwayat yang banyak diketahui orang tentang kisah Abdullah bin Ummi Maktum. Ia adalah seorang sahabat Rasulullah yang cacat (buta) tuna netra. Abdullah tidak saja diangkat Rasulullah sebagai mu’adzin, tapi pernah pula diberi kepercayaan untuk memegang jabatan pimpinan kota Madinah, sewaktu Rasulullah pergi memimpin perang suatu peperangan.
            Rehabilitatif ini berlaku pada yang baru sembuh dari RSJ, Kusta, Narapidana, Budirini dll.
Drajat kesehatan dapat diukur dengan berbagai indikator antaralain
1.      Umur harapan hidup
2.      Angka kematian
3.      Angka kematian Ibu melahirkan
4.      Angka kematian bayi
5.      Angka kesakita
 
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan

Kerja Sebagai Ibadah



Kerja Sebagai Ibadah

Kerja Adalah Ibadah

Banyak yang berkata, kerja adalah ibadah. Pernyataan ini bisa benar bisa juga salah, tergantung kejujuran dari masing-masing yang mengucapkan. Sesuatu yang kita nasabkan sebagai ibadah mestilah harus ada dalil dan tuntunannya dari syariat. Bukan dengan pertimbangan akal atau pertimbangan selera kita.

Apakah bekerja kemudian melupakan kewajiban yang lebih besar semisal Sholat lima waktu bisa dikatakan ibadah? Bukankah banyak orang yang melalaikan sholat wajib karena alasan kesibukannya dalam bekerja? Apakah bekerja dengan melupakan hak-hak keluarga juga dikatakan ibadah? Apakah bekerja dengan tujuan menjadi kaya dan menumpuk-numpuk harta adalah ibadah? Apakah bekerja dengan berikhtilath (campur baur laki perempuan yang bukan mahram dalam suatu tempat) dikatakan ibadah? Apakah bekerja kemudian ia belanjakan hartanya dijalan yang tidak diridhai Allah juga ibadah? Untuk membelikan baju baru istrinya, atau anaknya, padahal dilemari masih tersimpan setumpuk pakaian. Apakah pemborosan semacam ini juga ibadah? Dan lain-lain…

Seseorang yang bekerja dengan tujuan menghidupi keluarganya dan orang-orang yang ada dalam tanggungannya, dia sedekahkan kelebihan hartanya kepada mereka yang membutuhkan. Tidak ia gunakan hartanya untuk sesuatu yang tidak ada gunanya, tidak boros dalam membelanjakannya, tidak pula bakhil, tidak pula ia salurkan hartanya untuk sesuatu yang diharamkan Allah. Tidak ia tumpuk-tumpuk lalu menghitung-hitungnya, ia keluarkan zakat bagi hartanya yang memang sudah ada kewajiban mengeluarkan zakatnya. Tidaklah hartanya ia gunakan untuk berbangga-bangga dengan kesombongannya. Ia yakin bahwa hartanya adalah amanat dari Allah Subhanahu wa ta’ala sehingga ia benar-benar mendapatkannya dan membelanjakannya pun di jalan yang Allah ridhai. Ia amanah dalam mendapatkan hartanya tanpa melupakan kewajibannya kepada Allah ta’ala. Insya Allah, orang yang bekerja untukyang demikian inilah yang bisa dikatakan kerjanya adalah ibadah.



KERJA ADALAH IBADAH


Sesungguhnya setiap perbuatan yang dilakukan seorang muslim akan dianggap sebagai ibadah jika ia mematuhi garis panduan yang dikehendaki syarak. Namun kenapa masih ada komuniti pekerja yang memandang remeh mengenai kerja yang diusahakan dengan melakukan sambil lewa dan ala kadar. Salah satu punca yang dikenalpasti adalah kerana mereka menganggap kerja sebagai amalan rutin untuk mendapat upah atau hasil tanpa membabitkan perancangan, etika dan kualiti. Kerja merupakan” kesungguhan yang dilaksanakan oleh manusia bagi mendapatkan upah atau ganjaran”.Manakala ibadah bermaksud” kepatuhan dari ketaatan kita kepada ketinggian dan kekuasaan Allah yang diiringi kesanggupan menyerah diri kepadanya”. Apabila digabungkan ,ia bolehlah diertikan sebagai tugas atau tanggungjawab untuk meraih pendapatan dan keredhaan Allah. Sesungguhnya bekerja amat dituntut oleh Islam bagi membolehkan umat manusia mendapat rezeki kurniaan Allah dan secara tidak langsung menjadi mekanisme memakmurkan muka bumi ini. Ini menepati penciptaan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Allah Taala berfirman dalam surah AtTaubah ayat 105 yang bermaksud:“Katanakanlah(Wahai Muhammad):”Beramallah kamu(akan segala yang diperintahkan), maka Allah dan RasulNya serta orang yang beriman akan melihat apa yang kamu kerjakan; dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang mengetahui perkara-perkara yang ghaib dan yang nyata, kemudian dia memberitahu kepada kamu apa yang kamu telah kerjakan”Segala tindakan dan kerja hendaklah berorientasikan kepada ciri-ciri serta nilai-nilai kerja sebagai amal soleh dan bersifat sepadu antara duniawi dan ukhrawi, rohani dan jasmani. Allah Taala berfirman dalam surah Al Jumaah ayat 10 yang bermaksud: “Kemudian setelah selesai solat,maka bertebaranlah kamu di mukabumi (untuk menjalankan urusan masing-masing), dan carilah limpah kurniaan Allah, serta ingatlah Allah sebanyak-banykanya(dalam setiap keadaan), supaya kamu berjaya(di dunia dan akhirat) Sesuatu kerja itu dikategorikan sebagai ibadah apabila ia bekerja untuk:

1.Bekerja untuk keperluan diri Sabda Rasulullah SAW yang bermaksud: “Jika pergi sesorang di antara kamu pada tengahari untuk mengambil kayu bakar dibelakangnya, sehingga dia dapat bersedekah darinya dan mencegah daripada meminta-minta maka yang demikian adalah lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada orang lain sama ada diberi atau tidak kerana tangan yang di atas adalah lebih baik daripada tangan yang dibawah, mulailah daripada yang terdekat.”

2. Bekerja untuk keperluan keluarga. Rasulullad S.A.W bersabda: “Sesungguhnya Allah sangat cintakan kepada orang mu’min yang bekerja (Hadiht)”.

3. Bekerja untuk keperluan masyarakat Umum mengetahui tidak semua manusia mempunyia kepakaran dalam semua bidang. Untuk itu kemahiran individu dapat menyumbang kepada kesejahteraan masyarakat yang diklasifikasikan sebagai tuntutan fardhu kifayah sebagai menepati firman Allah yang bermaksud: “Bertanyalah pada orang yang lebih tahu jika kamu tidak mengetahui.”

4. Bekerja untuk memakmurkan bumi Allah Pekerjaan yang kita lakukan mempunyai hubungan kait yang rapat dengan unsur kehidupan manusia didunia selain memelihara segala nikmat Allah yang dikurniakan dimuka bumi ini. Manakala cirri-ciri kerja itu, dianggap sebagai ibadah apabila memenuhi perkara berikut:-

a) Niat kerana Allahb) Berteraskan Iman dan taqwac) Tidak meninggalkan yang wajibd) Mendapat ganjaran dunia dan akhiratNamum sesuatu kerja itu dianggap sebagai ibadah apabila :-a) Pekerjaan itu mestilah perbuatan yang harus atau boleh dikerjakan menurut syara’

b) Pekerjaan yang disertakan dengan niat dan diredhai Allah

c) Pekerjaan yang dilaksanakan dengan tekun, cekap dan bersungguh-sungguh

d) Pekerjaan berasaskan prinsip syariah seperti amanah, adil dan bertanggungjawab)


Dalil Berfikir

Memberantas Kejumudan
Islam membebaskan manusia dari belenggu kejumudan dan kendali taklid buta yang menjijikkan. Islam mendidiknya untuk berpikir dan berkehendak secara bebas supaya akalnya sempurna, berpikir dengan benar, dan memiliki kepribadian dan kemanusiaan yang lengkap. Kesempurnaan akal, kebenaran berpikir, dan kemerdekaan berkehendak merupakan dasar kesahihan sebuah akidah, integritas keberagamaan, dan keluhuran moral. Dengan akal yang sempurna, berpikir secara benar dan berkehendak secara bebas seseorang dapat membedakan mana kebenaran yang harus diikuti dan mana kebatilan yang harus dihindari. Rasulullah Saw menjelaskan hal ini dengan sabdanya, “Seseorang tidak akan memperoleh sesuatu yang sebaik akal. Akal membimbing pemiliknya kepada petunjuk dan menghindarkannya dari kesesetan.” (Muttafaq ‘alaih).
Keimanan seseorang tidak akan sempurna dan keberagamaannya tidak akan benar hingga akalnya sempurna lebih dulu. Islam sangat memperhatikan pembinaan pilar ini. Hal itu bisa ditinjau dari beberapa sudut pandang:
Pertama, Dalil adalah Landasan Iman
Islam menjadikan dalil sebagai asas bagi iman yang tulus dan akidah yang benar. Islam menjelaskan bahwa keyakinan atau amal yang tidak didasarkan kepada dalil yang benar bakal tertolak. Islam juga memberi peringatan keras kepada orang-orang yang berbantah-bantahan tentang Allah Swt dan ayat-ayat-Nya tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk, dan tanpa dalil dari wahyu yang memberi penerangan.
Allah Swt berfirman:
“Dan barang siapa menyembah tuhan lain selain Allah, padahal tidak ada suatu bukti pun baginya tentang itu, maka perhitungannya hanya pada Tuhannya. Sungguh orang-orang kafir itu tidak akan beruntung.” (QS. al-Mu’minun [23]: 117).
“Dan di antara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk, dan tanpa kitab (wahyu) yang memberi penerangan sambil memalingkan lambungnya (dengan congkak) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Dia mendapat kehinaan di dunia dan pada hari Kiamat Kami berikan kepadanya rasa azab neraka yang membakar.” (QS. al-Hajj [22]: 8-9).
Perlu dicatat bahwa frasa burhânukum (bukti kebenaranmu) disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak empat kali.
Kedua, Kesesatan Para Pemimpin
Islam telah mengungkap kesesatan para pemimpin agama yang melanggar perjanjian yang mereka buat. Mereka membuat kebohongan terhadap Allah dan menjualbelikan agama dan keyakinan. Mereka memproklamirkan diri berhak membuat syariat dan menentukan halal haram sesuai selera mereka demi mendapatkan keuntungan duniawi dan memuaskan hawa nafsu dengan mengelabui manusia tentang agama mereka.
Allah Swt berfirman:
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi Kitab (yaitu), ‘Hendaklah kamu benar-benar menerangkannya (isi kitab itu) kepada manusia dan janganlah kamu menyembunyikannya,’ lalu mereka melemparkan (janji itu) ke belakang punggung mereka dan menjualnya dengan harga murah. Maka itu seburuk-buruk jual beli yang mereka lakukan.” (QS. Alu ‘Imran [3]: 187).
“Maka celakalah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka (sendiri), kemudian berkata, ‘Ini dari Allah,’ (dengan maksud) untuk menjualnya dengan harga murah. Maka celakalah mereka, karena tulisan tangan mereka, dan celakalah mereka karena apa yang mereka perbuat.” (QS. al-Baqarah [2]: 79).
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta, ‘Ini halal dan ini haram,’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak akan beruntung.” (QS. an-Nahl [16]: 116).
“Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.” (QS. al-Baqarah [2]: 42).
Ketiga: Menyeru kepada Kebenaran
Islam menyeru seluruh manusia kepada kalimat kebenaran yang menjadi esensi kebaikan dan direspons oleh setiap orang yang berhati bersih dan berpikiran rasional. Kalimat yang diserukan oleh Islam ini merupakan titik persamaan semua risalah para rasul dan kitab suci yang diturunkan. Allah Swt berfirman, “Katakanlah (Muhammad), ‘Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah (kepada mereka), ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang Muslim.’” (QS. Alu ‘Imran [3]: 64).
Keempat, Memperhatikan Langit dan Bumi
Islam memerintahkan setiap orang yang berakal untuk memperhatikan dan merenungkan langit dan bumi beserta semua isinya yang menjadi bukti nyata akan keesaan Allah dalam ulûhiyah dan rubûbiyah-Nya. Manusia harus memerhatikan langit yang membentang di atasnya, bagaimana ia dibangun sehingga sedemikian kokoh dan bagaimana ia dihias sehingga sedemikian indah? Dia juga harus memperhatikan bumi, bagaimana ia dihamparkan, dipancangi gunung-gemunung, dan ditumbuhi tanaman-tanaman yang indah? Mahakarya ini diciptakan semata-mata untuk menjadi peringatan bagi orang yang sadar hatinya dan mengerti.
Allah Swt berfirman, “Maka tidakkah mereka memperhatikan unta, bagaimana diciptakan? Dan langit, bagaimana ditinggikan? Dan gunung-gemunung bagaimana ditegakkan? Dan bumi bagaimana dihamparkan?” (QS. al-Ghasyiyah [88]: 17-20).
Kita harus menyadari bahwa penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan muatan yang bermanfaat bagi manusia, air yang diturunkan dari langit untuk menghidupkan bumi setelah kekeringan, bermacam-macam binatang yang ditebarkan di bumi, perkisaran angin, dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, semua itu merupakan tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang mengerti yang mengikuti jalan cahaya dan pengetahuan.
Apabila manusia memperhatikan dirinya dan mengetahui dari apa asalnya, bahwa dirinya diciptakan dari setetes air hina yang keluar dari antara tulang punggung dan tulang dada; apabila manusia mengamati bumi yang menjadi sumber kehidupan, dan memperhatikan makanannya, niscaya dia menemukan bahwa Allah Saw berkuasa mencurahkan air yang melimpah dari langit, membelah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu di sana Dia menumbuhkan biji-bijian, anggur, sayur-sayuran, zaitun, pohon kurma, kebun-kebun yang rindang, buah-buahan, dan rerumputan. Semua itu untuk kesenangan manusia dan hewan-hewan ternak.
Dengan kontemplasi yang dibarengi perenungan dan pertimbangan akal, manusia akan semakin berilmu dan berpengetahuan. Orang yang meningkat ilmunya, meningkat pula imannya. Orang yang meningkat imannya niscaya akan semakin maju, bermoral, dan berbudaya.
Allah Swt telah menyeru kita untuk memikirkan alam semesta yang luas ini dan memperhatikan sumber daya yang dikandungnya. Dia meminta kita untuk mempelajari berbagai rahasia dan berbagai faktor kehidupan yang ada di sana. Allah Swt berfirman, “Katakanlah, ‘Berjalanlah di bumi, maka perhatikanlah bagaimana (Allah) memulai penciptaan (makhluk).” (QS. al-Ankabut [29]: 20). Perlu dicatat di sini bahwa firman Allah “Berjalanlah di bumi” disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak empat kali. Allah Swt berfirman, “Dan di bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang yakin.” (QS. adz-Dzuriyat [51]: 20).
Kelima, Seruan untuk Menggugah Pikiran
Islam sering memberikan kata-kata motivasi yang menggugah pikiran, mengarahkan pemahaman, dan membangkitkan kepekaan indera dan emosi. Sebagai contoh adalah ketika mengakhiri penjelasan ayat-ayat tentang alam dan hukum, semisal firman Allah Swt:
“Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mengerti.” (QS. ar-Rum [30]: 24).
“Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.” (QS. ar-Ra‘d [13]: 3).
“Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.” (QS. Thaha [20]: 54).
Masih dalam surah yang sama, Thaha, juga terdapat ungkapan serupa, yaitu pada ayat 128, “Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal.”
“Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang mendengar.” (QS. Yunus [10]: 67).
“(Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (QS. al-Baqarah [2]: 221).
“Hanya orang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.” (QS. ar-Ra‘d [13]: 19).
Ûlu al-albâb, seperti yang terdapat dalam surah ar-Ra‘d di atas, adalah orang-orang yang mempunyai akal, pemahaman, kesadaran, dan pengertian. Mereka disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak enam belas kali.
Keenam, Tinjuan yang Kritis dan Perseptif
Islam menyeru seluruh manusia untuk melihat semua pernyataan yang mereka dengar dengan kritis, sadar, dan perseptif, agar bisa menilai segala sesuatu secara logis dan benar, lalu mengikuti perkataan yang menunjukkan kepada kebenaran dan membimbing kepada kebaikan. Orang-orang yang mendengarkan perkataan seperti itu bakal melangkah di atas jalan petunjuk. Mengapa tidak? Mereka diberi petunjuk oleh Allah Saw karena memiliki akal sehat. Allah Swt berfirman, “... sebab itu sampaikanlah kabar gembira itu kepada hamba-hamba-Ku, (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang memiliki akal sehat.” (QS. az-Zumar [39]: 17-18).
Ketujuh, Mencela Orang-orang Lalai
Islam mencela orang-orang yang lalai dan malas dan memperingatkan kelalaian dan keberpalingan mereka dari bukti-bukti ayat kauniyah (alam semesta) yang mereka saksikan. Sejatinya mereka melihat bukti-bukti itu setiap saat, namun mereka melalaikan dan berpaling darinya. Ayat-ayat kauniyah memperlihatkan bukti-bukti yang nyata kepada mereka setiap saat, namun mereka seperti kata pepatah, “Anjing bergonggong kafilah berlalu.” Mereka berpaling dari semua tanda-tanda kebesaran Allah. Tidakkah mereka berjalan di muka bumi yang terbentang luas, lalu menggunakan hati untuk memahami dan telinga untuk mendengar?
Ya, sesungguhnya bukanlah mata yang buta, melainkan hati di dalam dada yang merupakan sumber perasaan dan sensasi. Mereka lalai dan berpaling dari bukti-bukti kebesaran Allah di alam semesta. Mereka punya hati, tapi tidak dipergunakan untuk memahami. Mereka punya mata, tapi tidak dipergunakan untuk melihat. Mereka punya telinga, tapi tidak dipergunakan untuk mendengar. Mereka benar-benar seperti binatang, bahkan lebih sesat dari binatang karena kelalaian mereka. Allah Swt, “Dan berapa banyak tanda-tanda (kebesaran Allah) di langit dan di bumi yang mereka lalui, namun mereka berpaling darinya.” (QS. Yusuf [12]: 105).
Kedelapan, Menghadapi Orang-orang yang Terkungkung Tradisi
Islam mencela orang-orang yang terkungkung tradisi dan berpaling dari kebenaran yang disampaikan oleh para nabi dan utusan Allah. Mereka bersikeras mengikuti tradisi yang mereka dapati dari nenek moyang dan melakukan kemungkaran dengan mengatasnamakan agama. Mereka berbuat seperti itu karena fanatik terhadap status quo dan taklid buta yang bertentangan dengan logika dan akal sehat. Allah Swt berfirman:
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Marilah (mengikuti) apa yang diturunkan Allah dan (mengikuti) Rasul.’ Mereka menjawab, ‘Cukuplah bagi kami apa yang kami dapati nenek moyang kami (mengerjakannya).’ Apakah (mereka akan mengikuti) juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” (QS. al-Maidah [5]: 104).
Apabila dikatakan kepada orang-orang semacam itu, “Ikutilah jalan petunjuk yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab, “Tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari nenek moyang kami,” walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa pun dan tidak mendapat petunjuk.
Ketika berbuat keburukan, mereka berulang kali mengatakan bahwa nenek moyang mereka berbuat seperti itu dan mereka diperintahkan untuk melakukannya. Seharusnya mereka tahu bahwa Allah Swt tidak pernah memerintahkan keburukan. Mereka mengatakan sesuatu kepada Allah yang tidak mereka ketahui.
Allah Swt menjelaskan kepada kita akibat yang akan menimpa manusia lantaran bertaklid buta. Allah Swt berfirman:
“Pada hari (ketika) wajah mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata, ‘Wahai, kiranya dahulu kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.’ Dan mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar.’” (QS. al-Ahzab [33]: 66-68).
Analisis atas Fenomena Taklid Buta
Taklid buta membawa petaka yang sangat buruk bagi individu dan masyarakat karena akan mematikan talenta berpikir, kreativitas, dan inovasi. Taklid buta merupakan batu sandungan bagi pola pikir yang sehat dan membekukan potensi berpikir dan inovasi seseorang. Dengan taklid buta, potensi seseorang menjadi lamban, stagnan, dan tidak berkembang.
Taklid buta menjadikan seseorang tidak dapat membedakan antara yang hak dan yang batil, antara yang benar dan yang salah. Dia tidak akan bisa membedakan antara tradisi kebaikan dan tradisi keburukan. Tidak hanya itu, dia juga mendorong keluarganya untuk berpaling dari kebenaran dan memusuhi orang-orang yang memperjuangkannya. Dia menyeru mereka untuk merintangi berbagai upaya perbaikan dan mempertahankan keyakinan status quo yang diwariskan dari nenek moyang dengan menggunakan fanatisme golongan.
Keyakinan tersebut didasarkan kepada peninggalan dan tradisi leluhur meski tidak dipahami maknanya. Bahkan, para pewaris menganggapnya sebagai sesuatu yang sakral sehingga akal sehat yang dapat menentukan keabsahan dan tidaknya pun dikesampingkan.
Taklid buta mendorong mereka kepada fanatisme golongan guna mempertahankan ajaran yang diwariskan. Semua ajaran baru yang bertentangan dengannya atau mengurangi kesakralannya ditentang habis-habisan, meskipun ajaran baru itu menawarkan perbaikan mendasar dan substansial bagi kebaikan manusia.
Cukup banyak ayat al-Qur’an yang menerangkan fenomena ini, semisal firman Allah Swt tentang penentangan umat-umat terdahulu terhadap dakwah para rasul Allah yang diutus kepada mereka,
“Dan demikian juga ketika Kami mengutus seorang pemberi peringatan sebelum engkau (Muhammad) dalam suatu negeri, orang-orang yang hidup mewah (di negeri itu) selalu berkata, ‘Sesungguhnya kami mendapati nenek moyang kami menganut suatu (agama) dan sesungguhnya kami sekadar pengikut jejak-jejak mereka.’ (Rasul itu) berkata, ‘Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih baik daripada apa yang kamu peroleh dari (agama) yang dianut nenek moyangmu?’ Mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami mengingkari (agama) yang kamu diperintahkan untuk menyampaikannya.’” (QS. az-Zukhruf [43]: 23-24).
Sebagaimana umat-umat yang terdahulu, Suku Quraisy juga menentang seruan Nabi Muhammad Saw. Mereka merasa heran dengan kehadiran pemberi peringatan dari kalangan mereka sendiri. Mereka menuduh Muhammad Saw berbohong dan menggunakan sihir, bahkan mengejeknya secara berlebihan demi membela tuhan-tuhan mereka yang tidak bisa mendatangkan kemudaratan ataupun manfaat. Semua seruan menuju jalan petunjuk mereka tolak mentah-mentah.
Konsekuensi Taklid Buta
Taklid buta dan keyakinan terhadap warisan yang disakralkan—seperti sudah disinggung sebelumnya—sangat membahayakan individu dan masyarakat. Coba perhatikan! Orang-orang Quraisy itu sangat mengenal Rasulullah Saw, bahkan sangat mengenalnya luar dalam. Mereka mengetahui betul kejujuran dan sifat amanahnya, termasuk perilaku dan pergaulannya yang tepuji. Namun demikian, fanatisme golongan yang didasarkan kepada taklid buta dan sakralisasi tradisi nenek moyang menjadikan mereka meresa asing terhadap dakwah Rasulullah Saw, kemudian mengingkari dan mengejeknya.
Fakta di atas semakin mengukuhkan bahwa ajaran dan keyakinan yang didasarkan kepada warisan dan taklid buta, tanpa pengkajian atau penelitian, pada akhirnya bakal disakralkan oleh para pewarisnya. Karena itu mereka tidak mau memikirkan secara sadar dan benar tentang dampak buruk dan kebatilannya. Selanjutnya mereka dihinggapi fanatisme golongan yang membabi buta untuk mempertahankan ajaran tersebut dari segala seruan yang bertentangan dengannya atau mengganggu kesakralannya.
Islam mengajari kita untuk bersikap toleran, tidak fanatik, dan menerima orang lain, karena semua orang sama-sama memiliki hak asasi dalam kehidupan. Islam juga mengajari kita untuk menghargai pendapat orang lain dan berdialog dengan cara yang elok. Islam mempercayai adanya pluralitas pemikiran dan menolak pendapat tunggal. Pada saat yang sama, Islam menyerukan untuk bersikap saling memberi dan menerima, dan melakukan dialog antar budaya. Sebab, Allah Swt menciptakan kita dengan tujuan saling mengenal dan saling memahami satu sama lain guna menciptakan realitas yang lebih baik bagi seluruh umat manusia. Hal itu dapat dicapai dengan cara bertukar ide dan pengalaman, bukan dengan konfrontasi dan konflik.
Bangsa, kelompok, atau masyarakat yang berpegang kepada keyakinan dan ajaran yang diwariskan, yang tidak bersandar kepada pandangan dan pemikiran yang benar, akan menjadi bangsa yang jumud dan terbelakang. Sebab, pegangan mereka tidak didasarkan kepada fondasi yang benar. Mereka hanya bersandar kepada tradisi yang didasarkan kepada taklid buta dan sakralisasi warisan leluhur tanpa menggunakan akal dan pikiran sedikit pun.
Menghilangkan Kekuasaan yang Dipertuhankan
Dengan pilar penting ini, yang titik tolaknya adalah membebaskan manusia dari belenggu kejumudan dan taklid buta serta mendidiknya untuk berpikir dan berkehendak secara bebas, Islam yang hanif berupaya menghilangkan kekuasaan yang dipertuhankan oleh para pemimpin yang sesat dan menyesatkan. Islam mencabut selendang kesucian yang mereka sandang, karena dengan selendang itu mereka mengelabui orang banyak bahwa kemuliaan mereka tidak bisa dikritik atau diganggu gugat. Islam memberlakukan hukum pertanggungjawaban dan balasan kepada mereka seperti yang diberlakukan kepada orang lain.
Demikianlah, Islam telah menjelaskan bahwa hak untuk disembah dan menetapkan hukum hanyalah milik Allah yang Esa. Islam menyeru para tahanan tradisi dan taklid buta untuk membebaskan diri mereka dari belenggu yang memasung akal dan pemahaman dan kotoran yang menutupi telinga dan mata mereka. Islam menetapkan dengan jelas bahwa manusia mempunyai hak untuk berpikir, berkeyakinan, berpendapat, dan berkehendak secara bebas. Kapan pun dan di mana pun, Islam membuka jalan selebar-lebarnya bagi kebebasan berpikir dan berkehendak. Islam sudah mempersiapkan kedudukan yang layak bagi kemanusiaan dan kemuliaannya.
Allah Swt juga telah menjelaskan bahwa manusia tidak diciptakan untuk menjadi hamba penurut seperti kerbau yang dicocok, dan pada saat yang sama Dia tidak memberikan hak kepada siapa pun untuk menguasai akal, pikiran dan kehendak orang lain. Allah menciptakan manusia dalam keadaan merdeka untuk mengendalikan dirinya sendiri dan hanya menjadi hamba bagi Tuhan yang Esa. Allah menjadikannya berpikir dengan akalnya, mencari panduan dengan talenta dan potensi yang diberikan kepadanya, dan berbuat sesuai dengan pilihannya. Allah memandunya dengan cahaya ilmu dalam mengarungi perjalanan kehidupan, membuat keputusan, dan menunaikan pekerjaannya.
Allah Swt memberitahukan dan mengajarkan kepada manusia bahwa dia hanya diperkenankan menyembah kepada Sang Pencipta yang Mahaagung. Keyakinan dan perilakunya harus mengikuti agama yang mempunyai dalil dan bukti.
Pada bagian akhir paparan saya tentang salah satu pilar utama manhaj Islam dalam membebaskan akal dan pikiran ini, saya tidak lupa ingin mengatakan dua substansi penting yang terkadang salah dipahami oleh sebagian orang.
Substansi Pertama
Taklid yang saya maksudkan di sini adalah taklid yang dikecam dan sangat ditentang oleh Islam, seperti yang telah saya jelaskan dampak buruknya bagi individu dan masyarakat. Di penghujung tulisan ini saya ingin menekankan bahwa taklid yang dimaksud di sini adalah taklid buta yang berangkat dari kejumudan dan mempertahankan tradisi lama yang diwariskan tanpa sedikit pun memikirkannya. Tradisi tersebut diikuti secara membabi buta. Semua seruan pembaruan yang tidak sejalan dengannya ditentang habis-habisan, meskipun seruan baru itu membawa kebaikan bagi manusia atau lebih lurus dan benar jalannya.
Taklid yang saya maksud di sini adalah taklid yang membuat seseorang tidak dapat membedakan antara tradisi kebaikan dan tradisi keburukan. Taklid ini menjadikannya tidak dapat membedakan antara mengikuti kebenaran dari para pemimpin yang mendapat petunjuk, ulama yang saleh, para pemikir yang tercerahkan, dan para pemimpin yang reformis dengan mengikuti kebatilan para pemimpin yang sesat, menyesatkan, dan tidak dapat mengendalikan hawa nafsu, atau kebatilan dari orang-orang yang egois dan mementingkan diri sendiri.
Itulah taklid yang dikecam dan sangat ditentang oleh Islam. Adapun taklid kepada ahli kebaikan dan kebenaran, yaitu para pemimpin yang mendapatkan petunjuk, para ulama dan intelektual yang moderat, mantap ilmu pengetahuannya, perilaku saleh sebagai karakternya, yang mendasarkan pemikiran, ilmu, dan ajaran mereka kepada petunjuk Allah Yang Mahaagung dan Sunah Nabi Saw yang suci, yang istikamah di atas jalan terbaik dan dalil yang terang benderang, maka taklid seperti itu tidak termasuk taklid buta. Mengikuti mereka semata karena teladan mereka menyadarkan dan mencerahkan. Sebab, apabila kita tidak tahu, tentu kita harus mengikuti para ulama. Allah Swt berfirman, “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. an-Nahl [16]: 43).
Perlu dikatakan di sini bahwa frasa ahl al-dzikr (orang-orang yang mempunyai pengetahuan) disebutkan dalam al-Quran dua kali, sedangkan kata al-dzikr sendiri diulang 19 kali.
Al-‘Irbad bin Sariyah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya orang-orang yang hidup setelahku akan melihat banyak perselisihan. Maka, hendaklah kalian berpegang dengan Sunahku dan Sunah para khalifah yang lurus dan mendapat petunjuk.” (Muttafaq ‘alaih).
Berpegang teguh kepada Kitab Allah dan Sunah Rasulullah Saw merupakan cara melindungi diri dari pendapat dan hawa nafsu yang menyesatkan, mencari selamat dari keburukan perpecahan dan pertentangan, dan keluar dari kegelapan kebodohan. Kemudian bertanyalah kepada ulama yang mantap ilmunya, menjaga amanah ilmunya, dan moderat dalam berpikirnya apabila merasa diri kita tidak tahu.
Substansi Kedua
Kebebasan berpikir yang dijadikan Islam sebagai panduan berpikir yang benar dan mercusuar bagi akal untuk menemukan ajaran yang benar dan baik adalah kebebasan yang melepaskan akal dan pikiran kita dari belenggu kejumudan dan penindasan intelektual. Kebebasan tersebut membebaskan akal dari kendali taklid buta dan mengungkap ajaran kebenaran yang disembunyikannya.
Kebebasan yang saya maksud di sini adalah kebebasan yang diserukan oleh Islam, yaitu bahwa manusia senantiasa merdeka selama ia tidak mengganggu orang lain. Perlu diperhatikan bahwa kepemimpinan harus diarahkan untuk membina, memperbaiki, dan mendidik, bukan untuk menghancurkan dan menyesatkan. Itulah kepemimpinan yang komponen ilmiahnya bersumber dari petunjuk dan ajaran Islam, kematangan akal, dan kelurusan berpikir. Ia didasarkan kepada premis dan logika yang benar, dalil dan bukti, serta ditunjang dengan investigasi yang cermat dalam memahami teks-teks Kitab Allah dan Sunah Nabi Saw. Keduanya dijadikan dalil sesuai dengan prinsip-prinsip berpikir.
Orang-orang yang berpengaruh dan berkuasa harus memahami betul al-Qur’an dan Sunah, berangkat dari pemahamannya terhadap dalil-dalil khusus, tema-tema bahasa Arab, dan budaya Islam secara umum. Sebab, apabila sebuah urusan diserahkan kepada orang-orang yang memahami dan menarik kesimpulan sesuai dengan selera dan keinginannya, niscaya keseimbangan salah dan benar akan terganggu, berbagai hakikat akan tersembunyi di tengah-tengah hawa nafsu, karena akal dan pemahaman setiap orang berbeda-beda dan mereka dikendalikan oleh hawa nafsu dan kecenderungan. Sementara itu, orang–orang yang idealis dan tetap dalam keidealisannya jarang sekali, di mana pun dan kapan pun.
Inilah kebebasan berpikir yang dikumandangkan oleh Islam. Islam menjadikannya sebagai mercusuar akal dan panduan berpikir. Kapan kita akan menyadari dan memikirkan hal ini?[]